Senin, 09 Januari 2017

Pelaksanaan Dan Pengontrolan Proyek


PELAKSANAAN DAN PENGONTROLAN PROYEK
Oleh : Gita Desera

A.Pelaksanaan Proyek (Project Execution)
Setelah proyek direncanakan secara matang dengan segala perhitungan dan pertimbangan yang ada, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan perencanaan proyek tersebut dalam suatu tindakan. Pelaksanaan atau realisasi dari rencana proyek yang tertuang dalam project management plan inilah yang disebut dengan pelaksanaan atau eksekusi proyek. Jadi pada intinya eksekusi proyek adalah tindak lanjut dari apa yang telah dituangkan dalam project management plan.[1]
Adapun Tujuan Pelaksanaan Proyek adalah sebagai berikut:[2]
·         Untuk mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh pemilik proyek yang sudah dirancang oleh konsultan perencana dalam batasan biaya, waktu dan mutu yang telah disepakati. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan semua operasional dilapangan.[3]
  • Merealisasikan perencanaan proyek yang tertuang dalam perencanaan manajemen proyek.
  • Mengkoordinasikan kinerja team proyek dan juga mengoptimalkannya, serta pemanfaatan sumber daya non-personil.
  • Merealisasikan perubahan perencanaan proyek yang telah disetujui.
      Batasan Pembahasan
Pada bab ini adalah tentang bagaimana cara membuat Pedoman Hasil Kerja Atau Work Result Guidline yaitu suatu pedoman untuk melaksanakan monitoring terhadap proyek yang sedang dikerjakan atau dilaksanakan. Proyek akan dibatasi pada scope, time, dan cost, sehingga Pedoman Hasil Kerja atau Work Result Guidline yang akan dibuat juga dibatasi oleh tiga hal tersebut. Pelaks anaan monitoring pelaksanaan proyek dilakukan secara terus menerus (day to day). Namun pelaporan pedoman hasil kerja disesuaikan dengan jenis task atau deliverable yang ada.[4]

B. Pengontrolan Proyek (Project Controlling)

Project Controlling adalah pengontrolan terhadap kegiatan atau aktifvitas-aktivitas suatu proyek. Mengontrol apakah langkah demi langkah dalam pelaksanaan kegiatan proyek tersebut sudah sesuai dengan yang telah ditentukan dengan perencanaan manajemen proyek yang telah dibuat. Juga mengecek apakah kegiatan atau aktifivitas-aktifvitas proyek yang dilaksanakan sudah sesuai dengan estimasi dan rencana awal, serta sudah sesuai dengan target ataukah belum. Bila belum, tindakan apa sajakah yang harus dilakukan agar tujuan proyek bisa terpenuhi.[1]
 Tujuan dari tahap ini adalah sebagai berikut:
·       Memastikan pencapaian tujuan proyek apakah sesuai dengan target yang telah ditentukan.
·       Mengontrol pelaksanaan proyek agar sesuai dengan estimasi dan rencana awal.
·       Dengan melakukan control diharapkan adanya masukan apakah perencanaan manajemen proyek perlu diperbarui ataukah tidak.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:[2]
·      Mempersiapkan catatan pelaksanaan.
·      Meneliti proyek secara cermat dan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi.
·      Mempersiapkan petunjuk operasi dan pedoman pemeliharaannya.
·      Melatih staf untuk melaksanakan pemelihara.

      Batasan Pembahasan
Pemabahasan pada bab ini dibatasi pada Fungsi Kontrol, yaitu: “Mengontrol perjalanan proyek agar sesuai dengan acuan proyek yang ada (yaitu yang tertuang di dalam project management plan) sehingga memenuhi hasil atau tujuan proyek yang diharapkan”. Pada bab ini, fungsi kontrol akan dituangkan dalam beberapa dokumen/formulir. Dengan menggunakan formulir/dokumen inilah proyek akan dipantau atau dikontrol, sehingga progress atau kemajuan suatu proyek dapat dimonitor dan dikontrol secara terus menerus dan berkesinambungan.
Pada Project Management Plan telah dikemukakan bahwa proyek dibatasi pada scope, time, dan cost, sebagai konsekuensi dari hal tersebut, tentunya fungsi kontrol ini juga dibatasi pada: scope, time, dan cost. Pembahasan mengenai risk control atau kontrol risiko dibatasi pada kasus penambahan  scope proyek yang sifatnya tidak major, yaitu perubahan scope yang tidak menimbulkan perubahan besar pada proyek. Kosekuensi dari penambahan scope ini adalah munculnya manajemen perubahan atau change manajemen. Pembahasan mengenai manajemen perubahan inipun dibatasi pada permintaan perubahan atau change request yang sifatnya tidak major (tidak menimbulkan perubahan besar pada proyek).
Di sini akan dijelaskan pula tentang implementasi manajemen komunikasi atau communication management yang telah dirumuskan di awal (di project management plan). Hal inipun dibatasi pada pembahasan mengenai permasalahan yang berkaitan dengan pertemuan/rapat atau meeting dan pelaporan atau reporting. Meeting diadakan setiap 3 minggu sekali, dan dilaksanakan setiap hari selasa.


[1] E-Partner. Op.Cit
[2] Rizaldy harisan harahap. Op.Cit.



[1] E-Partner. Senin 20 Juni, 2014. (Dikutip pada tanggal 12 oktober 2016). Tersedia dari:   http://kathylearning.blogspot.co.id/2014/06/tahap-melakukan-proyek.html
[3]  Rizaldy harisan harahap.  12 Juli 2012. (Dikutip pada tanggal 12 oktober 2016). Tersedia dari:   http://rizaldyberbagidata.blogspot.co.id/2012/07/tahapan-kegiatan-proyek.html
[4] Heryanto, dkk. Manajemen Proyek Berbasis Teknologi Informasi. (Bandung: Informatika, 2016) hlm. 155

Harta Dan Akad Pengembangan Harta Dalam Islam


HARTA DAN AKAD PENGEMBANGAN HARTA DALAM ISLAM
Oleh : Gita Desera 

A.Manajemen Harta Dalam Islam
            Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam Fiqhuz – Zakat, mal (jamaknya amwal), yang sering disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits Rasulullah, dapat diartikan sebagai harta, kekayaan, sesuatu yang dimiliki, dan sejenisnya. Dalam terminologi Arab, harta (mal) adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia menyimpan dan memilikinya. Ensiklopedia – ensiklopedia arab, misalnya al-Qamus al – Muhith karangan Najmuddin al-Firuzabadi ataupun Lisanul-Arab  karangan Ibnu Manzhur, menyebutkan harta (mal) adalah segala sesuatu yang dimiliki. Ibnu Asyr mengatakan bahwa pada mulanya, harta (mal) berarti emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertian menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki.[1]
Satu hal yang perlu digaris bawahi dalam praktik Manajemen Kekayaan Islam (Islamic Wealth Management) atau Perencanaan Keuangan Islam (Islamic Financial Planning) sejauh ini belum mencerminkan hakikat pengelolaan kekayaan dalam Islam. Nilai – nilai moral dalam aqidah dan akhlak, belum tergambar secara utuh dalam aktifitas industri baru tersebut. Sebelum memahami secara menyeluruh apa hakikat Islamic Wealth Management dan menanamkan jiwa keislaman dalam muamalah, sebaiknya diidentifikasi dulu nilai – nilai moral Islam yang berkaitan erat dengan harta. Beberapa nilai dari nasehat Nabi yang bisa dijadikan pedoman, yang artinya : “Harta yang baik adalah harta yang berada di tangan orang shaleh” juga hadist yang artinya : “Sebaik – baik manusia adalah manusia yang memberikan manfaat bagi manusia lain”.
Nilai moral yang disebutkan oleh hadist yaitu harta yang baik adalah harta yang berada di tangan orang – orang shaleh, berarti terkait dengan pengelolaan kekayaan atau harta. Pengelolaan harta pada dasarnya akan mencerminkan keshalehan pelaku atau pemilik harta. Harta tersebut dikelola dengan niat, cara – cara dan tujuan untuk kepentingan Allah SWT. Nilai moral kedua yaitu, nilai manusia yang paling baik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Kekayaan sepatutnya menjadi alat untuk menyebarkan atau mengoptimalkan kemanfaatan pemiliknya. Maka, keshalehan seseorang akan semakin bisa diukur berdasarkan jumlah kekayaannya yang mampu memberikan manfaat bagi lingkungannya.
Berdasarkan nilai – nilai moral Islam ini, orientasi manusia dalam mengelola hartanya berdasarkan syari’ah Islam akan berorientasi pada dua hal. Pertama, pemanfaatan harta tersebut digunakan untuk kelangsungan kehidupan diri dan keluarganya, sebagai sebuah kebutuhan yang wajib berdasarkan kefitrahannya sebagai manusia. Kedua, adalah pemanfaatan harta yang bermotif pada amal shaleh sebagai alat dalam rangka mendapatkan gelar kemuliaan dari Tuhan.
Contoh – contoh yang disajikan oleh kehidupan para Nabi dan Rasul, Sahabat dan para Wali. Mereka mengambil apa yang cukup untuk hidup mereka dan selebihnya mereka ikhlaskan untuk manusia lain, untuk umat dan Tuhan mereka. Seseorang diantara mereka yang mulia itu pernah berkata : “Manusia di dunia itu seperti tamu, dan harta mereka seperti pinjaman. Akhirnya tamu akan pergi dan pinjaman pasti dikembalikan.”
B.Pedoman Dalam Manajemen Harta Secara Syar’i
Berikut pedoman dalam aplikasi manajemen atau pengelolaan kekayaan secara Islami yaitu :
a.       Mencari Harta
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam mencari harta menurut pandangan Islam adalah :
1.      Niat, cara dan tujuan hanya dikarenakan, digariskan dan ditujukan untuk Allah (halal dan thayib).
2.      Mendukung ibadah dan amal shaleh bukan menghambat ibadah dan amal shaleh.
3.      Mempertimbangkan optimalisasi kontribusi secara waktu, tenaga dan harta bagi dakwah, masyarakat dan keluarga. 
b.      Membelanjakan Harta
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam membelanjakan harta dalam pandangan Islam, yaitu :
1.      Mempertimbangkan kebutuhan dasar.
2.      Mempertimbangkan kemanfaatan atau optimalisasi amal shaleh.
3.      Mempertimbangkan kepentingan dakwah, masyarakat dan keluarga yang bersifat mendesak.
c.       Menyisihkan Harta
Manajemen harta adalah mengatur harta untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Berikut dua cara yang bisa digunakan :
1.      Menabung
a)      Kebutuhan (bukan keinginan) di masa depan.
b)      Kebutuhan sekarang yang mendesak.
c)      Tidak bermotif menumpuk harta.
2.      Investasi atau usaha
·         Niat, cara dan tujuan hanya dikarenakan, digariskan (syariat) dan ditujukan untuk Allah (halal dan thayib).
·         Mempertimbangkan kontribusi kemanfaatan atau amal shaleh yang maksimal bagi manusia lain, lingkungan keluarga dan masyarakat.
·         Mendukung kesejahteraan (kemandirian ekonomi umat) dan dakwah.
Aktivitas pengelolaan harta juga harus dilandasi oleh prinsip keyakinan bahwa setiap harta yang dibelanjakan dijalan Allah akan Allah lipat gandakan balasannya, baik berupa pahala maupun balasan harta materiil. Keyakinan ini pula menjadi sangat penting dalam rangka melindungi nilai kekayaan tersebut. Salah satu cara melindungi nilai kekayaan dalam Islam adalah menginfakannya dijalan Allah. 
C. Akad Dalam Keuangan Syariah
Gambaran hukum Islam mengenai prinsip – prinsip keuangan syari’ah adalah tercakup dalam bentuk kontrak (akad) dan bentuk instrumen keuangan. Hubungan ikatan dagang dan keuangan di dalam Islam diatur dengan hukum fiqh muamalat. Fiqh muamalat membedakan antara wa’ad dengan akad (aqad). Wa’ad adalah janji antara satu pihak dengan pihak lain. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yaitu pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa – apa terhadap pihak lainnya. Wa’ad belum ditetapkan secara rinci dan spesifik, dengan demikian bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.
Akad adalah ikatan kontrak dua pihak yang telah bersepakat. Hal ini berarti di dalam akad masing – masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing – masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam fiqh muamalat, pembahasan akad berdasarkan segi ada atau tidak adanya kompensasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu aqad tabarru’ dan aqad tijarah mu’awada.
Aqad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba atau transaksi tidak mengambil untung. Tujuan diterapkannya aqad tabarru’ adalah untuk aktivitas tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam aqad tabrru’ pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari aqad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Aktivitas yang tergolong dalam aqad tabarru’ adalah meminjamkan uang, meminjamkan jasa dan memberikan sesuatu.
Aktivitas meminjamkan uang dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu meminjamkan harta atau qard (pinjaman), meminjamkan harta dengan diberikan agunan oleh si peminjam atau rahn (gadai) dan meminjamkan harta untuk mengambil alih pinjaman dari pihak lain disebut hiwalah (pengalihan utang). Aktivitas meminjamkan jasa dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu meminjamkan jasa pada saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain disebut wakalah, memberikan jasa untuk pemeliharaan uang atau barang disebut wadi’ah dan memberikan jasa untuk melakukan sesuatu apabila terjadi sesuatu disebut kafalah. Aktivitas memberikan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dapat dilakukan dengan cara hibah, shadaqah, infak, waqaf dan hadiah.
Fungsi aqad tabarru’ adalah untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan – tujuan komersil. Bila tujuannya adalah mendapatkan laba, gunakanlah akad – akad yang bersifat komersil, yakni akad tijarah.
Akad tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad - akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad – akad investasi, jual beli dan sewa menyewa. Dalam menjalankan investasi, hasil atau keuntungan kadang dapat dipastikan dan kadang tidak dapat dipastikan. Oleh karena itu, berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni Natural Uncertainty Contract dan Natural Certaunty Contracts.
Natural Certainty Contracts adalah kontrak yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, karena itu objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) harus ditetapkan awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price) dan waktu penyerahannya (time of delivery). Jenis kontrak ini adalah kontrak – kontrak jual beli, upah mengupah, sewa menyewa dan lain – lain yakni sebagai berikut akad jual beli (Al – Bai’, Salam dan Istishna’) dan akad sewa menyewa (Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik).
Dalam akad – akad di atas, pihak – pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan asetnya (baik real assets maupun financial assets). Jadi masing – masing pihak tetap berdiri – sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru), sehingga tidak ada pertanggungan resiko bersama. Juga tidak ada percampuran aset si A dengan aset si B. Sebagai contoh, tuan A memberikan b arang ke tuan B, kemudian sebagai gantinya tuan B menyerahkan uang kepada tuan A. Disini barang ditukarkan dengan uang, sehingga terjadilah kontrak jual – beli (al-bai’).
Natural Uncertainty Contracts atau kontrak yang secara alamiah tidak memberikan hasil pasti, adalah kontrak yang terjadi jika pihak – pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real ssets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama – sama untuk mendapatkan keuntungan. Disini keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Karena itu kontrak ini tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak – kontrak investasi. Kontrak investasi ini secara “sunnatullah” (by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and predetermined. Contoh – contoh NUC adalah sebagai berikut (1) musyarakah terdiri atas wujuh, ‘inan, abdan, muwafadhah, mudharabah;(2) muzara’ah; (3) musaqah dan (4) mukhabarah.


D.Kesimpulan
Berdasarkan nilai – nilai moral Islam ini, orientasi manusia dalam mengelola hartanya berdasarkan syari’ah Islam akan berorientasi pada dua hal. Pertama, pemanfaatan harta tersebut digunakan untuk kelangsungan kehidupan diri dan keluarganya, sebagai sebuah kebutuhan yang wajib berdasarkan kefitrahannya sebagai manusia. Kedua, adalah pemanfaatan harta yang bermotif pada amal shaleh sebagai alat dalam rangka mendapatkan gelar kemuliaan dari Tuhan.
Aktivitas pengelolaan harta juga harus dilandasi oleh prinsip keyakinan bahwa setiap harta yang dibelanjakan dijalan Allah akan Allah lipat gandakan balasannya, baik berupa pahala maupun balasan harta materiil. Keyakinan ini pula menjadi sangat penting dalam rangka melindungi nilai kekayaan tersebut. Salah satu cara melindungi nilai kekayaan dalam Islam adalah menginfakannya dijalan Allah.
Gambaran hukum Islam mengenai prinsip – prinsip keuangan syari’ah adalah tercakup dalam bentuk kontrak (akad) dan bentuk instrumen keuangan. Hubungan ikatan dagang dan keuangan di dalam Islam diatur dengan hukum fiqh muamalat. Fiqh muamalat membedakan antara wa’ad dengan akad (aqad).
E.Daftar Pustaka 
1.     Bakar Almascaty Hilmy. 2001. Panduan Jihad. Jakarta: Gema Insani Press.

2.      Muhamad. Manajemen Keuangan Syariah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
 


[1] Hilmy Bakar Almascaty, Panduan Jihad, Gema Insani Press, Jakarta, 2001. Hlm.38.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites