A. Perkembangan Politik
Pada awalnya, Al-Andalus dikuasai oleh seorang wali Yusuf Al-Fihri (gubernur) yang ditunjuk oleh Khalifah di
Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an M,
terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Dan pada
tahun 746 M, Yusuf Al-Fihri
memenangkan perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak
terikat kepada pemerintahan di Damaskus.
Pada tahun 750 M, bani Abbasiyah menjatuhkan
pemerintahan Umayyah di Damaskus, dan merebut kekuasaan atas daerah-daerah Arabia.
Namun pada tahun 756 M, Abdurrahman I (Ad-Dakhil)
melengserkan Yusuf Al-Fihri, dan menjadi penguasa Kordoba dengan gelar Amir Kordoba. Abdurrahman menolak untuk tunduk kepada
kekhalifahan Abbasiyah yang baru terbentuk, karena pasukan Abbasiyah telah
membunuh sebagian besar keluarganya.
Ia memerintah selama 30 tahun, namun memiliki kekuasaan yang lemah di
Al-Andalus dan ia berusaha menekan perlawanan dari pendukung Al-Fihri maupun
khalifah Abbasiyah.
Selama satu setengah abad berikutnya, keturunannya menggantikannya sebagai
Amir Kordoba, yang memiliki kekuasaan tertulis atas seluruh Al-Andalus bahkan
kadang-kadang meliputi Afrika Utara bagian barat.
Pada kenyataannya, kekuasaan Amir Kordoba, terutama di daerah yang berbatasan
dengan kaum Kristen, sering mengalami naik-turun politik, itu tergantung
kecakapan dari sang Amir yang sedang berkuasa. Amir Abdullah bin Muhammad
bahkan hanya memiliki kekuasaan atas Kordoba saja.
Cucu Abdullah, Abdurrahman III,
menggantikannya pada tahun 912 M, dan dengan cepat mengembalikan
kekuasaan Umayyah atas Al-Andalus dan bahkan Afrika Utara bagian barat. Pada
tahun 929 M ia mengangkat dirinya sebagai Khalifah, sehingga keamiran ini sekarang memiliki kedudukan
setara dengan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad dan kekhalifahan Syi'ah di Tunis.
B. Gerakan
Pembebasan
Sebelum kedatangan umat Islam, daerah Iberia merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Pada tahun 711 M, pasukan
Umayyah yang sebagian besar merupakan bangsa Moor
dari Afrika Barat Laut, menyerbu Hispania dipimpin jenderal Tariq bin Ziyad, dan
dibawah perintah dari Kekhalifahan Umayyah di Damaskus.
Pasukan ini mendarat di Gibraltar pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja
Roderic dari Visigoth dalam Pertempuran Guadalete (
711 M ), kekuasaan Islam terus berkembang hingga pada tahun 719 M. Hanya daerah
Galicia, Basque
dan Asturias yang tidak tunduk kepada kekuasaan Islam. Setelah
itu, pasukan Islam menyeberangi Pirenia untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil dihentikan oleh kaum Frank
dalam pertempuran Tours (732 M).
Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus,
terdiri dari Spanyol, Portugal dan Perancis bagian selatan yang
disebut sekarang
C. Masa
Keamiran
Andalusia - Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid
Rahimahullah (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang
berpusat di Damaskus, dimana Ummat Islam
sebelumnya telah mengusasi Afrika Utara. Dalam proses
penaklukan Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam
yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu Tharif ibn
Malik, Thariq ibn
Ziyad, dan Musa ibn
Nushair Rahimahullahum ajma’in.
Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat
yang berada di antara Maroko dan benua Eropa
itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara
berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.
Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia
menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta
rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.
Thariq ibn Ziyad
Rahimahullah lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih
nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar
yang didukung oleh Musa ibn Nushair
Rahimahullah dan sebagian lagi orang Arab
yang dikirim Khalifah al-Walid Rahimahullah.
Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad
Rahimahullah. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya
mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk
memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah,
Raja Roderick dapat dikalahkan.
Dari situ Thariq Rahimahullah dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota
penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik
saat itu).
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad
Rahimahullah membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas
lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair
Rahimahullah merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran
dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia
berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukkannya. Setelah Musa Rahimahullah berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida
serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic,
Theodomir di Orihuela, ia bergabung
dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya,
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan
Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz Rahimahullah
tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar
pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah Rahimahullah,
tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H.
Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi Rahimahullah.
Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia
mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours
itu ia ditahan oleh Charles Martel,
sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang
dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon
tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes,
Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam
di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini,
telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah
dan bagian-bagian penting dari Italia. Kemenangan-kemenangan yang dicapai
umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari
adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di
dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam,
kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan
menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa
negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic
bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu
aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi.
Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara
brutal.
Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh
kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi
seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas, dan juru
pembebasnya mereka temukan dari orang Islam.
Berkenaan dengan itu Amer Ali, seperti dikutip
oleh Imamuddin mengatakan,
ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi
material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan
tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain,
kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat.
Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi
yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakkan. Perpecahan
dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam
di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum
kerajaan Gothic
berdiri.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam
masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal,
sewaktu Spanyol masih berada di bawah pemerintahan Romawi
(Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat.
Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh
sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth,
perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah
dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu
daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat
perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama
disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa
pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth
terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu
kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu
menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan
begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian
bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin.
Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa
wilayah Septah. Julian juga bergabung
dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung
usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan
pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa Rahimahumullah.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari
para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu,
orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan
dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang
terdapat dalam tubuh penguasa, tokon-tokoh pejuang dan para prajurit Islam
yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang
kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap,
berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya
adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam,
yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan
persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam
di sana.
D. Masa Kekhalifahan
1. Periode Muluk Thaif
Kekhalifahan Cordoba runtuh dengan terjadinya perang saudara antara 1009
hingga 1013, meskipun belum sepenuhnya berakhir hingga 1031. Negeri Andalusia
kemudian terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat di
suatu kota seperti Kerajaan Malaga, Zaragoza, Valencia, Badajoz, Sevilla, dan
Toledo.
Para raja-raja kecil itu digelar Mulukuth Thawaif (Raja Lokal) kemudian
berseteru dan berperang satu sama lain tanpa sebab yang jelas. Hanyalah karena
ingin saling menguasai. Kisah-kisah pengkhianatan, kisah-kisah perebutan puteri
cantik dan perebutan harta mewarnai semua perseteruan itu. Mereka tak sadar
umat Kristen telah mempersiapkan kekuatan untuk merebut kembali Spanyol.
Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai
itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan
kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya
orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan.
Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus
berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan
untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.
2. Periode Reqonquista
Reconquista (bahasa Spanyol dan Portugus untuk "penaklukan kembali"), adalah istilah
yang digunakan untuk proses yang dimana kerajaan Kristen menaklukkan kembali Semenanjung Iberia
(sekarang Spanyol dan Portugal) dari umat Islam
dan negara-negara Moor Al-Andalus (Bahasa Arab الأندلس — al-andalus). Istilah
"penaklukan kembali" digunakan dalam artian daerah-daerah ini dilihat
sebagai milik umat Kristen, walaupun kenyataannya pada saat
itu orang-orang yang ditaklukkan kebanyakan adalah Muslim dan orang-orang Arab.
Di sisi lain sebelum Iberia ditaklukkan kerajaan-kerajaan Islam, semenanjung
ini sudah didiami oleh orang-orang yang berbahasa Roman dan mendapat pengaruh
Kristen.
Proses reconquista
ini berjalan lebih dari 7 abad, dimulai dari Pertempuran
Covadonga (722), dimana kerajaan
Asturias berhasil menghentikan penaklukan Bani Umayyah, yang saat itu menguasai hampir seluruh Iberia.
Pada 1236 kota terakhir Muslim di Spanyol, Granada ditundukkan oleh Ferdinand III dari
Kastilia, dan sejak itu Granada berdamai dengan syarat menjadi negara
bawahan Kastilia. Pada 2 Januari 1492, Ferdinand II dan Isabella, pasangan yang
digelari Los Reyes Católicos,
kembali menyerang Granada, dan hasilnya Sultan Granada Muhammad XII (Boabdil)
menyerah secara penuh. Kemenangan ini menghasilkan negara Kristen bersatu di seluruh Spanyol, kecuali Navarra yang masih terpisah hingga 1512.
Reconquista di Portugal mencapai puncaknya pada 1249,
saat raja Afonso III berhasil
menundukkan Algarve (Arab الغرب — Al-gharb).
3. Dinasti Murabithun
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa
negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti
Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun
pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin
di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa
Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan
negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya
memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh
untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.
Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang
lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara
maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti
Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di
Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali
dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun.
4. Dinasti Muwahidun
Pada tahun 1146
M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini.
Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke
Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M,
kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah
kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak
kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak
lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan.
Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas
de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya
memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M.
Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam
kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan
Kristen yang semakin besar.
Keruntuhan Cordova tidak saja diratapi oleh Umat Islam, tetapi juga seorang
penulis Kriten Stanley Lane Poole dalam bukunya “The Mohammadan Dynasties”
mengakui betapa mundurnya peradaban Andalusia setelah runtuhnya kerajaan Islam
Cordova. Pengakuan dunia Kristen terhadap peradaban Islam Cordova dapat
dibuktikan dengan permintaan Inggris agar pemuda pemuda Inggris dapat menuntut
ilmu di Universitas Cordova.
5. Kelahiran Banu Ahamar (Granada)
Wilayah Granada termasuk daerah sebuah bukit atau pegunungan yang indah
dengan ketinggian kurang lebih 150 m, dengan luas kira-kira 14 ha, satu daerah
yang sukar dimasuki oleh musuh namun mudah dipertahankan, sekarang Bukit La
Sabica.
Raja-raja Bani Ahmar sangat memperhatikan akan kemakmuran rakyat sehingga
pada saat itu bidang pertanian, dan roda perniagaan sangat maju. Selama 260
tahun kerajaan raja-raja Bani Ahmar berkuasa, namun timbul di antara mereka
perselisihan juga sengketa. Inilah yang menyebabkan lemahnya kerajaan Bani
Ahmar. Bagaimanapun gigihnya usaha Sultan Muhammad XII Abu Abdillah an
Nashriyyah raja terakhir Bani Ahmar untuk menyelamatkan kerajaannya, akhirnya
runtuh juga oleh dua buah kerajaan Kristen yang bersatu dari utara.
Pada pertengahan 1491 M, Raja Ferdinand V telah mengepung Granada selama
tujuh bulan, Ferdinand V berkemah di Gumada di sebelah selatan kota. Sebelumnya
Ferdinand V telah menguasai kota-kota lain seperti MalagaAlmeria. Yang terakhir
adalah Granada yang diserahkan oleh raja terkahir Bani Ahmar Abu Abdillah.
Penyerahan Granada ini diserahkan di halaman Istana Alhambra. pelabuhan terkuat
di Andalusia, kemudian Guadix dan Almunicar, dan Baranicar.
Demikianlah Granada takluk dan menyerah yang diduduki oleh
pengikut-pengikut Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella pada tanggal 2 Januari
1492 M/2 Rabiul Awwal 898 H. Karena kegigihan dan perjuangan Raja Ferdinand V
dan Ratu Isabella, Paus Alexander VI (L. 1431-W. 1503) yang terkenal dengan
perjanjian Tordesillasnya pada tahun 1494 ia memberi gelar raja dan ratu ini
sebagai "Catholic Monarch" atau "Los Reyes Catolicos" atau
Raja Katolik.
Dengan kemenangan umat Kristen inilah orang-orang Islam dipaksa keluar dari
tanah Spanyol, untuk yang mau menetap harus berpindah agama. Selain dari itu,
orang-orang Yahudi pun ikut terusir dari tanah ini. Padahal, saat kekuasaan
Islam sedang berjaya mereka mendapat tempat, kehormatan, dan pekerjaan yang
layak oleh orang-orang Muslim Spanyol.
Yang sangat menyedihkan perpustakan-perpustakaan Islam ikut dibakar dan
dihancurkan. Karya tulis yang sampai kepada kita hanyalah bagian terkecil dari
karya-karya pemikir Islam di zamannya hingga sekarang sulit dicari
tandingannya, yang sebagian besarnya dihancurkan dan dibakar. Alhambra yang
megah pun dengan benteng yang berwarna kemerah-merahan kian tak terawat, kusam,
dan tak terlihat wajah aslinya, dan dijadikan Istana Kristen. Kemudian, Masjid
Kordoba yang megah didirikan oleh Sultan Abu Yusuf Al-Muwahhid pada tahun 785 M
yang diperbesar pada tahun 848, 961, 1187 M., dialih-fungsikan menjadi Gereja
Santa Maria de la Sede.
0 komentar:
Posting Komentar